LITERASI DALAM KETERBATASAN - Raksa Griya Ramadhan
Apa reaksi teman-teman saat melihat seseorang yang sedang berbicara tetapi ia mengalami kesulitan dan ia pun ditertawakan karena bahasa verbalnya tidak jelas terdengar atau salah menulis seperti huruf terbalik. Contohnya, R dan L, M dan N, B dan D, dan lain-lain. Lalu apa reaksi teman-teman saat melihat seseorang berbicara kepada orang lain untuk menunjukan arah seperti ketika ia memberikan petunjuk tentang arah, kiri, kanan, atas dan bawah? Disaat menanyakan ke kanan orang tersebut memberi petunjuk ke sebelah kiri. Malah, salah seorang guru terpaksa mengambil sikap untuk tidak menaik kelas kan siswanya yang terbukti terlambat atau belum mahir membaca serta menulis yang tulisannya sering terbalik itu.
Siapakah yang harus disalahkan dan apa yang harus kita lakukan ?
Peran generasi muda terhadap perkembangan literasi.
Kalau teman-teman pernah merasakan atau melihat teman kalian seperti contoh diatas pasti teman-teman akan tertawa puas dan bilang “kamu tidak bisa baca” dan terkadang kata-kata kasar yang tidak pantas pun kerluar, sampai mengolok akan berhenti disaat sudah puas mengoloknya. Bagi orang yang mempunyai mental baja ia akan merasa baik-baik saja saat ia sedang di olok-olok (hina,caci dan ditertawakan). A.L.A (inisial) (23), mengenal dyslexia sejak umur 20 tahun, mulai mencari tahu kenapa beliau tidak bisa membandingkan mana kiri dan kanan, saat di suruh memegang GPS di Smartphone nya GPS belok kanan beliau bilang belok kiri kadang kalau menulis angka contoh 3465. Beliau malah menulis jadi 3654 atau kadang 3456.
Penulis melakukan penelitian kepada salah satu grup media sosial yang terdiri dari 18 orang kisaran umur dari 22 - 25 tahun, menyatakan saat mereka mempunyai teman dekat mereka akan mentertawakan temannya tersebut karena mempunyai kelainan atau sindrom yang ia idap dan masyarakat belum banyak mengenal kelainan atau sindrom tersebut. Terlebih dahulu disaat ada temannya ada yang salah ucap dan menulis dengan catatan sudah kenal dekat bagi yang tidak mengenalnya atau belum kenal dekat, akan membenarkan tulisanya dan ucapan yang salah tersebut. Itu salah satu peran anak muda dalam perkembangan literasi agar orang yang terkena kelainan atau sindrom ini bisa lebih baik juga.
Tapi apakah kabarnya bila orang tersebut itu mentalnya lemah, menjadi masalah terhadap orang yang tidak bisa membedakan huruf, berbicara verbal atau artikulasinya tidak jelas.
Dampaknya menjadi minder atau tidak percaya diri untuk berbicara didepan umum, malas menulis, membaca dan yang parah bisa sampai depresi.
Budaya di Indonesia dalam membaca sangat minim sekali. seperti yang di kutip dari media online gobekasi.co.id pada hari kamis 19 Mei 2016, “Berdasarkan survei UNESCO minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen. Artinya, dalam seribu masyarakat hanya ada satu masyarakat yang memiliki minat baca. Kepala Biro Komunikasi Layanan Masyarakat (BKLM) Kemendikbud Asianto Sinambela menegaskan, minat baca literasi masyarakat Indonesia masih sangat tertinggal dari negara lain. Dari 61 negara, Indonesia menempati peringkat 60.”
Sudah urutan posisi ke 60 minat bacanya yang dikutip dari situs GoBekasi.co.id ditambah masyarakat tidak paham akan kondisi orang-orang yang lemah terhadap membaca, menulis dan berbahasa verbal yang baik dan benar. Masyarakat harusnya tahu dan paham akan sebuah kelainan atau sindrom ini, apalagi seorang orang tua dan guru, kenapa ? karena orang tua yang setiap hari mengikuti perkembangan anak dan guru pengganti orang tua di rumah yang diharuskan lebih peka lagi terhadap gejala ini. Disaat sudah tau sejak dini tentang sindrom seperti paragraf pertama maka anak tersebut akan terselamatkan atau si anak pun bisa di terapi wicara dan dyslexia itu lebih ke disorder bukan diseases selain itu juga bermacem-macem tingkatan dislexianya. ucap Dokter Umum Pramitha Prabowo yang mengidap dyslexia juga dengan ciri masih suka typo ketika menulis dan mengetahui dyslexia sejak masuk kuliah.
“Terapi wicara adalah suatu ilmu/kiat yang mempelajari perilaku komunikasi normal/abnormal yang dipergunakan untuk memberikan terapi pada penderita gangguan perilaku komunikasi, yaitu kelainan kemampuan bahasa, bicara, suara, irama/kelancaran, sehingga penderita mampu berinteraksi dengan lingkungan secara wajar.” Dikutip dari http://www.poltekkes-solo.ac.id/ yang terbit hari minggu, 27 Februari 2011.
Yang paling terpenting orang tua dan guru tidak memarahi anak tersebut di saat anak itu memiliki kesulitan membaca dan menulis dengan tulisan yang terbalik. “Jangan memarahi saya mamah”. Bapak atau ibu guru, inilah saya yang otak kanannya melebihi otak kiri. Dari 3 orang tersebut mengetahui gejala ini dengan sendirinya saat mulai-mulai masuk kuliah. Ucap seorang anak dyslexia.
Dikutip dari situs online anakabk.wordpres.com. Dyslexia bisa disebut sindrom. Variasi koleksi kombinasi karakteristik terkait, tampak berbeda-beda dalam derajat tingkat keparahan dari individu per individu. Karakteristik ini mencakup, tidak hanya khasnya problematik, tetapi kadang-kadang juga terkait dengan khasnya talenta (bakat).
Media online mengabarkan juga bahwa orang-orang Dyslexia atau tokoh-tokoh ternama juga pengidap Dyslexia, contohnya sebagai berikut:
1. 1. Leonardo da Vinci
2. Agatha Christie
3. Muhammad Ali
4. John Lennon
5. Steven Spielberg
6. Albert EInstein
7. Henry Ford
8. Alexander Graham Bell
9. Hans Christian Andersen
10. Walter Elias Disney
11. Deddy Corbuzier
Sindrom dyslexia sekarang ini, telah diakui secara luas sebagai kesulitan atau ketidakmampuan belajar spesifik secara neurologis, yang tidak menyiratkan kecerdasan rendah, tidak terkait dengan pendidikan yang buruk, dan tidak terkait dari ras dan latar belakang sosial tertentu. Rata-rata gejala disleksia akan mulai muncul sejak penderita berusia muda. Beberapa gejala yang telah diketahui antara lain: Kreatif dan pandai, Kesulitan dalam membaca dan menulis, Pintar dalam berbicara, Buruk dalam menulis, Terlambat dalam belajar berbicara, Kesulitan dalam belajar bahasa baru, terutama bahasa asing, Kebingungan dalam menulis dan membaca huruf, kata, dan angka, Kesulitan dalam membaca arah, Khayalan yang kuat, Memiliki masalah dengan penglihatan (meskipun hasilnya mungkin sebaliknya), Memiliki kemampuan gambar-ruang (visual-spatial) yang baik.
Literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubungan-hubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu.
Editor: Firlian Nurahman
DAFTAR PUSTAKA
http://haryono.blogedukasi.com/2016/07/panduan-gerakan-literasi-sekolah-sd-slb.html
http://gobekasi.pojoksatu.id/2016/05/19/survei-unesco-minat-baca-masyarakat-indonesia-0001-persen/
https://anakabk.wordpress.com/2014/04/05/apa-itu-dyslexia/
http://www.kaskus.co.id/thread/52c8f9cca4cb1750188b46c1/10-tokoh-dunia-pengidap-dyslexia/